Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kembalinya Pipit, Bocah yang 2 Tahun Berpisah dari Keluarga

Ibu Pernah Digerebek, Trauma pada Orang Asing

Yuli Puspitasari (Pipit) kini hidup di tengah-tengah ayah-ibunya, Agus Suwarto dan Lusi Sofiani. Sebelumnya, bocah lima tahun itu terpisah dari keluarga selama dua tahun. Bahkan, ibu Pipit sempat diduga menjadi penculik saat menemukan Pipit.

SURYANTA BAKTI

"DIK, ini stiker Naruto. Ditempel di sini ya." Kalimat kenes itu meluncur dari bibir gadis kecil berambut keriting usai membuka sebungkus snack. Gadis tersebut memakai jaket merah muda. Sejurus kemudian, stiker yang menggambarkan tokoh ninja kartun Jepang itu ditempelkan di paha kanannya. Yuli Puspitasari, gadis itu, lalu tertawa. Sandi, adiknya, pun ikut tergelak.

Agus Suwarto dan Lusi Sofiani tersenyum kecil melihat polah Pipit. Kerinduan masih membayang pada pandangan pasangan tersebut. Maklum, telah dua tahun Agus dan Lusi berpisah dari Pipit. Baru tiga hari Pipit berkumpul lagi bersama mereka.

Untuk bersatu kembali dengan Pipit, Lusi harus menempuh jalan berliku. Dia dituduh menculik dan harus berurusan dengan polisi.

Tak heran, hingga kemarin, perasaan trauma masih tampak pada diri Pipit. "Emoh!" katanya tiba-tiba saat Jawa Pos hendak memotret.

Pandangan bocah kecil itu sangat sengit. Agus pun langsung menenangkan gadis kecilnya. "Ndak papa, Om itu nggak jahat kok," ujar pria kelahiran Malang, 1 Agustus 1983, tersebut.

"Dia jadi benci orang asing," tegas Agus. Itu terjadi setelah polisi menggerebek dan menggelandang Lusi Sofiani pada Selasa (26/2) malam. Sebelum penggerebekan tersebut, kata Agus, Pipit adalah anak periang. Namun, semua berubah saat malam itu sebuah mobil berhenti di dekat tempat tinggal mereka di kawasan Baliwerti. Enam orang turun dan berkata lantang mencari Agus.

Agus pun paham bahwa mereka adalah polisi. Dia pun pasrah saja saat Lusi, istrinya, dibawa ke Mapolres Surabaya Timur. Pipit yang sedang bermain-main bersama adiknya juga dibawa.

Sebagaimana diberitakan, Lusi sempat dituduh menculik Pipit dari Panti Asuhan Yayasan Karya Kasih yang merawat Pipit sejak Maret 2006. "Penculikan" itu terjadi saat Pipit pulang sekolah dari TK Gotong Royong Gembong.

Fransisca Matan Uran, ketua panti asuhan tersebut, yang bingung lantaran Pipit tak pulang melapor kepada polisi. Malamnya, Lusi ditangkap. "Malam itu saya diam saja. Meski begini, saya juga punya otak," kata Agus.

Dia membiarkan Lusi dan Pipit dibawa petugas. Namun, dia mempersiapkan segala hal. "Saya cari surat-surat. Setelah ketemu, saya susul pukul dua siang," ungkapnya.

Yang dia bawa adalah kartu keluarga, surat nikah, dan surat keterangan lahir Pipit dari bidan. Tak sia-sia, Lusi akhirnya bebas dari sangkaan penculikan. Mereka berhasil membuktikan bahwa Pipit adalah buah hatinya yang lama hilang.

Kini, Pipit telah tinggal bersama ayah-ibunya. Mereka tinggal di tenda yang berada di halaman Toko Halmar di kawasan Baliwerti.

Tenda? Ya. Sampai sekarang, Agus tak punya rumah. Dia tinggal di emperan toko di kawasan Baliwerti. Sudah sekitar setahun dia tinggal di tempat tersebut. Itu setelah Agus bekerja sebagai tukang parkir Trade Mal Baliwerti, di depan Toko Halmar. Dari toko tersebut, Agus diberi tenda parasut yang lantas menjadi tempat tinggalnya. Keluarga itu pun tak pernah masak. Mereka membeli makanan dari penjaja di sekitar kawasan pertokoan tersebut.

Sejatinya, lingkungan itu memang kurang apik untuk perkembangan anak. Lalu lalang kendaraan dan kehidupan jalanan begitu dekat dengan jiwa kecil Pipit serta dua adiknya. Namun, Agus dan Lusi memang bersikeras mendapatkan Pipit kembali. Mereka tak rela Pipit kembali diasuh dan disekolahkan oleh panti asuhan Yayasan Karya Kasih.

Ihwal hilangnya Pipit memang terkait dengan liku-liku rumah tangga Agus dan Lusi. Mereka menikah saat Lusi masih kelas tiga SMP. Perkawinan mereka tak direstui Haryani, ibu Lusi, yang tinggal di Jalan Maspati. "Kami dinikahkan wali hakim," jelas Agus.

Menurut Lusi, saat itu, ayahnya, Edi Hartono, sedang bekerja di Kalimantan. "Ayah bercerai dari ibu saat saya masih kecil," kata Lusi.

Setelah itu, Haryani membawa dirinya ke Bojonegoro. Dia lulus SD di Bojonegoro dan melanjutkan SMP di Surabaya. "Saya memang keluar sekolah untuk menikah," ungkap wanita kelahiran 14 Maret 1980 tersebut.

Pasangan muda itu lantas berusaha sedapat mungkin bertahan hidup. Mereka bekerja serabutan. "Saya pernah jadi pemulung. Ngamen juga pernah. Sekarang berjualan koran," ujar Lusi.

Raibnya Pipit dua tahun silam pun berawal dari pertengkaran Agus dengan Lusi. "Dulu, saya memang kurang perhatian kepada anak-anak. Lihat kan Pipit lebih lengket dengan bapaknya," tegas Lusi.

Setelah cekcok, Lusi bekerja sambil membawa Sandi, anak ketiga mereka. Oleh Agus, Lusi dilarang membawa Pipit. "Saat itu, Reva (anak keempat, Red) belum lahir," jelas Agus.

Dia lalu membawa Pipit ke Sidoarjo, ke rumah Haryani, mertuanya. Setelah menitipkan Pipit ke mertua, Agus kembali ke Surabaya.

Beberapa hari kemudian, Agus kaget bukan kepalang. Haryani mengabarkan bahwa Pipit hilang. "Saya tanya keterangan lapor polisi, ibu cuma bilang sudah lapor, tapi gak dikasih surat," ujar Lusi.

Sebenarnya, laporan kehilangan anak tersebut, menurut Iptu Andi Lilik, KBO Satreskrim Polres Surabaya Timur, ada di kepolisian Sidoarjo.

Menurut Haryani, Pipit hilang saat diajak ke Ramayana. Saat itu, dia bermain mandi bola di stan permainan. Jalan hidup Pipit pun berubah. Dia lantas masuk ke Panti Asuhan Yayasan Karya Kasih. Dia dibawa oleh Poniman yang mengaku diserahi Pipit oleh seorang laki-laki. Menurut Poniman, pria misterius itu tinggi, kurus, berambut merah, dan berlogat Jakarta.

Orang tua Pipit memang berbahagia bisa kembali menimang buah hatinya. Namun, perasaan berbeda mendera Fransisca Matan Uran, ketua panti asuhan. Dia sebenarnya bisa menerima bahwa Pipit harus bersatu dengan orang tuanya. "Tapi, saya tetap merasa kehilangan. Wajahnya masih sering timbul tenggelam dalam benak," ungkapnya.

Fransisca sejatinya masih ingin mengasuh Pipit. Namun, Agus dan Lusi menolak. "Saat itu, usai pemeriksaan, saya menemui keluarga, menawarkan kalau mau, Pipit tetap di panti. Sabtu dan Minggu bisa pulang temui keluarga atau keluarga yang menjenguk. Tapi, ditolak oleh seseorang yang bukan apa-apa mereka," ujarnya.

Dia sakit hati karena orang tersebut tidak menunjukkan simpati. "Dia tidak melihat dua tahun lalu, Pipit dalam keadaan lusuh, kumal, dan liar. Coba seandainya saya tolak permintaan Poniman, jadi apa Pipit sekarang?" tegasnya.

Kini, sengketa panti asuhan dengan Lusi memang sudah rampung. Namun, misteri yang melingkupi perjalanan Pipit memang masih belum terkuak. Dari mana Poniman mendapat Pipit? Siapa yang menculik Pipit di Ramayana dua tahun silam?

Bagaimanapun, Pipit kini sudah bersatu dengan Agus dan Lusi, meski harus tinggal di rumah tenda di emperan toko. "Sebenarnya tempat tinggal kami memang tidak layak. Tapi, kami masih bisa usaha," ujar Lusi.

Agus mengaku, telah ada sebuah lembaga yang menawari dirinya rumah. "Saya sudah disuruh menempati. Biaya kontraknya ditanggung," katanya.

Dia menyatakan berkeberatan jika Pipit kembali ke panti asuhan karena harus berpisah. "Kami ini tidak punya apa-apa, maunya kumpul terus," tegas Lusi. Sekarang Agus mengaku sedang melakukan pembicaraan dengan sebuah lembaga sosial yang bersedia membantu mereka.

Memang, setelah berpisah sekian lama, layak kiranya keluarga itu berbahagia dengan bersatu kembali. Kini, meski Pipit tinggal bersama orang tua yang tak punya rumah (house), keluarga tersebut tetaplah rumah (home) bagi Pipit. (dos)

Post a Comment for "Kembalinya Pipit, Bocah yang 2 Tahun Berpisah dari Keluarga"