Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pers Mahasiswa

UMUR manusia pendek. Jika dirata-rata, tidak lebih dari seratus tahun. Akan tetapi, begitu banyak manusia yang hidupnya ratusan bahkan ribuan tahun lalu, sampai hari ini nama dan pemikirannya tetap hidup. Tindakan dan pemikirannya masih menjadi pembicaraan seolah-olah baru kemarin.

Tindakan dan pemikiran Nabi Muhammad misalnya. Detail perkataan ataupun urutan tindakan yang pernah dilakukannya masih terekam jelas. Sehingga, pengikutnya mudah merujuk. Sebab, semuanya tercatat.

Kita tentu familiar nama-nama seperti Ki Hajar Dewantara, Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Isaac Newton, Archimedes, Galileo Galilei, serta sederet nama lain. Bahkan, apa yang mereka pikirkan masih sering kita diskusikan.

Mereka pemikir dengan gagasan-gagasan brilian. Mereka meyakini apa yang mereka pikirkan merupakan kebenaran. Sebab itu, meski mendapat tentangan keras hingga nyawa terancam, pemikiran itu tetap mereka pertahankan, ditulis dan disebarluaskan.
Tidak sedikit karya tulis para pemikir terkenal yang mendapatkan tempat di masyarakat justru setelah sang pemikir meninggal dunia. Ada pula yang pemikirannya mendapatkan tempat dari komunitas yang berbeda dan jauh tempatnya dari tempat tinggalnya.

Nah, kesadaran semacam itu, sekarang sudah menjadi milik semua masyarakat berpendidikan. Tentu, perlu nilai tambah agar mendapatkan keunggulan. Untuk meraihnya, mahasiswa perlu mengasah potensi secara optimal.
Salah satunya, belajar menulis. Tempat paling efektif adalah komunitas penulis, yaitu Pers Mahasiswa. Perlu direnungkan pesan seorang cendekiawan muslim, Al Ghazalie, berikut, ”Jika engkau bukan anak raja, bukan pula putra ulama' besar, maka jadilah penulis."

Pers Mahasiswa

Tidak ada perbedaan prinsip antara pers umum dan pers mahasiswa. Hanya saja, pers mahasiswa dikelola oleh mahasiswa yang masih belajar sementara pers umum dikelola para (mantan) mahasiswa.

Kita perlu mengawali diskusi kita dengan menyepakati apa itu pers. Berdasar Undang-undang 40/1999 tentang pers, yang dimaksud pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, serta data dan grafik maupun media elektronik,dan segala jenis saluran yang tersedia.

Kegiatan jurnalistik adalah aktifitas para pekerja media melakukan reportase/peliputan (pengumpulan bahan berita), wawancara hingga pelaporannya dalam bentuk berita tulis di media cetak (majalah, koran, atau media online) atau tayangan televisi atau program siaran radio.

Aktifitas itu diwadahi dalam sebuah perusahaan media atau kantor berita. Negara kita memiliki sebuah kantor berita, yaitu ANTARA. Adapun perusahaan media yang beroperasi saat ini ribuan jumlahnya baik berskala nasional maupun lokal.

Adapun pers mahasiswa atau biasa disebut persma adalah entitas pers yang ada di kampus dan dikelola oleh mahasiswa. Pengelola pers mahasiswa itu terwadahi dalam sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) ataupun menjadi bagian organisasi ekstra kampus.
Selain UKM, di beberapa kampus ada juga yang diterbitkan oleh kampus dengan pengelola mahasiswa dan dosen sehingga biasa disebut pers kampus. Sementara, yang benar-benar dikelola oleh mahasiswa-lah yang disebut pers mahasiswa. Meski begitu, dua terminologi itu bebas dipakai tergantung selera lidah menyebut.

Setidaknya ada lima bagian pokok pengelola pers mahasiswa, yaitu bagian redaksi, kaderisasi, litbang, pendanaan (mencari sponsor/iklan) dan distribusi. Tentu saja, dalam pengerjaan dilakukan secara egaliter, yakni bersama-sama membiasakan diri pada siklus 3M (Membaca-Mendiskusikan-Menulis).

Idealisme menjadi sumber energi para pengelola. Seperti apa idealismenya, sangat dipengaruhi ideologi para pengelola. Berangkat dari situlah pilihan referensi dan pisau analisis dalam terbitannya dijatuhkan.

Belakangan, mengemuka dikalangan pegiat pers mahasiswa apa yang disebut jurnalisme profetik. Mereka terinspirasi gagasan ilmu sosial profetik Kuntowijoyo. Dia mendasarkan pada Surar Ali-Imran ayat 110 yang artinya: ”Engkau adalah ummat terbaik yang diturunkan di tengah-tengah manusia untuk menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kemunkaran dan beriman kepada Allah,” terdapat tiga pilar utama dalam ilmu sosial profetik yaitu; amar ma’ruf (humanisasi) mengandung pengertian memanusiakan manusia, nahi munkar (liberasi) mengandung pengertian pembebasan, dan tu’minuna bilah (transendensi), dimensi keimanan manusia.

Peran dalam Perubahan Sosial

Sejarah pernah mencatat peran besar pers mahasiswa dalam proses perubahan sosial di Indonesia. Pada zaman kolonial mahasiswa pribumi yang berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi pada masa penerapan politik etis menggunakan media sebagai sarana komunikasi menggalang persatuan dan memupuk nasionalisme. Demikian juga pada masa perang kemerdekaan.

Pasca kemerdekaan, terutama ketika pemerintahan orde baru, pers mahasiswa menjadi alternatif utama bacaan kritis. Pada masa itu, pers umum cenderung kompromis dengan penguasa. Masyarakat disuguhi pernyataan-pernyataan pejabat resmi yang nyaris tanpa kritik. Padahal, kondisi sebenarnya tidak sebaik realitas yang terkonstruksi dalam pers umum tersebut.

Dunia mencatat pers mahasiswa menjadi bagian penting dalam reformasi 1998. Petikan berita KOMPAS 3 Mei 1998, berjudul Geliat Baru Pers Mahasiswa berikut ini bisa memberikan gambaran peran penting tersebut.

”SAMPAI 10 Maret 1998 lalu kampus UI di Depok, Jawa Barat, 'hanya' memiliki Majalah Berita Mahasiswa Suara Mahasiswa Universitas Indonesia. Terbitnya dua bulan sekali, 66 halaman, kertasnya bagus, punya izin terbit dari SK Rektor, pengurusnya OK - Pelindung: Rektor, Penasihat: Purek III, dan Penanggung jawab: Ketua Senat Mahasiswa -, punya nomor rekening di Lippo Bank, dan isinya cukup beragam: dari serius sampai santai.
"Namun, ketika banyak aksi mahasiswa marak menjelang Sidang Umum MPR, Suara Mahasiswa tampak sulit berbuat sesuatu," begitu ungkap Achmad Nurhoeri, Ketua Bidang Pelatihan, Pengkajian dan Pengembangan Organisasi majalah itu pekan lalu. "Kami merasa bahwa ada gap informasi antara mereka yang aktif dalam aksi-aksi mahasiswa dan mereka yang tidak. Bersama para alumni pers kampus, redaksi mulai mendiskusikan bentuk media baru guna menginformasikan dan menyebarkan kesadaran politik di kalangan mahasiswa. Muncullah gagasan menerbitkan sebuah harian sederhana, sebagai "tukang pos" penyadaran. Tanggal 10 Maret 1998 akhirnya terbit edisi perdana harian Bergerak!. Terbit Senin sampai dengan Jumat dengan empat halaman dan masih gratis!," tutur Nurhoeri yang kini menjadi Pemimpin Umum harian itu.
Pada awalnya bahan berita sangat banyak. Demonstrasi, sembilan bahan pokok, kabinet baru, krisis moneter, dan kinerja DPR. Corak beritanya nyaris monoton bergeliat persis seperti huruf "g" (dari Bergerak!), yang 'digambar' macam sebuah embrio. Munculnya berbagai tips mengenai unjuk rasa maupun perlindungan hukum sedikit banyak membuat harian itu punya fungsi praktis. Kemudian, dalam gerak cepat, Editorial, yang ditulis oleh sebuah tim, berhasil membuat harian itu punya bobot pencerahan. Banyak pandangan tokoh-tokoh dunia-dari Emile Zola, Martin Luther King Jr, Bung Karno, Kardinal James Gibbons, Abraham Lincoln, Chang Yu, Napoleon, Theodore Roosevelt, sampai Dalai Lama - dijadikan acuan bahasan dalam Editorial.
Ambil contoh misalnya, Editorial edisi 12,5 (sic!)/Kamis, 26 Maret 1998, yang dimulai dengan kata-kata ini: "...Anakku, simpan segala sesuatu yang kau tahu. Jangan ceritakan deritaku dan sakitku kepada rakyat, biarkan aku yang menjadi korban asal Indonesia tetap bersatu...". Pesan Bung Karno pada Megawati menjelang akhir hayatnya itu dipakai untuk menuturkan "semangat rela berkorban demi kepentingan yang lebih besar: bangsanya". Atau, simak kata-kata Chang Yu: When one treats people with benevolence, justice, and righteousness, and reposes confidence in them, the followers will be united in mind and all will happy to serve their leader, yang digunakan untuk mengungkap dambaan munculnya seorang pemimpin yang kuat, adil, dan mampu melihat permasalahan secara menyeluruh. (Editorial Bergerak! edisi 21/Rabu, 8 April 1998).
"Pencerahan diperlukan agar kami tetap menjadi pers yang obyektif, yang bisa menjadi referensi bagi gerakan mahasiswa. Kami menekankan rasionalitas. Dukungan terhadap reformasi pun harus didasarkan pada pengamatan fakta secara rasional," begitu ungkap Achmad Nurhoeri.
Tentu saja, kendala untuk tidak subyektif cukup besar. Dengan 30 reporter yang sangat beragam - 'anak baru' sampai yang senior - Bergerak! memang 'dipaksa' untuk selalu merefleksi pemberitaan mereka. Untunglah mereka memiliki banyak alumni pers mahasiswa - 'orang-orang' majalah media cetak umum - yang membantu. Para pakar di lingkungan UI sendiri banyak pula yang memberi masukan ilmiah. "Unjuk rasa dan tugas peliputannya sendiri juga menjadi ajang pendidikan dan peningkatan kemampuan jurnalistik," tutur Achmad. "Dalam kaitan ini ongkos ganti cetak (kini Rp 600) dari para mahasiswa UI dan orang luar merupakan dukungan tersendiri dalam proses mengungkap fakta apa adanya secara rasional. Di mana-mana rasionalitas memang masih selalu jadi harga diri mahasiswa." tambahnya.”


Positioning Baru

Pasca reformasi, insan pers dihadiahi Pemerintahan BJ Habibie dengan kebebabasan berekspresi. Undang-undang 40/1999 tentang pers diundangkan pada masa itu. Tentu, menggembirakan bagi para pekerja media tersebut.

Namun, bagi pers mahasiswa berarti ”jatah” mengembangkan wacana alternatif yang selama Orde Baru mereka mainkan, juga dimainkan oleh pers umum. Tak ayal, perlahan pers mahasiswa mati suri. Kalah bersaing dengan pers umum.

Ada dua faktor yang harus diperhatikan pers mahasiswa saat ini, yaitu materi dan pengemasan. Materi terkait pilihan isu. Pers mahasiswa tetap bisa menggarap isu umum. Syaratnya bobot tulisan yang disajikan memiliki keunggulan dan beda dengan pers umum.

Pers umum pasti menggunakan bahasa populer karena disajikan untuk semua kalangan. Nah, pers mahasiswa bisa menyajikan isu yang sama dengan bobot akademik lebih, yakni berbasis penelitian yang serius. Caranya, difokuskan pada latar belakang keilmuan.
Misalnya, soal isu pendidikan. Mahasiswa UNY yang berbasis pendidikan tentu memiliki keunggulan komparatif dibanding mahasiswa kampus lain dalam mengkaji isu tersebut. Mereka bisa memfokuskan kritik kebijakan pemerintah berbasis akademik.

Pilihan lain, pers mahasiswa fokus menggarap isu kampus. Maksudnya, berperan sebagaimana pers umum di level nasional ataupun lokal, tetapi hanya dalam lingkup kampus. Menjadi media yang melayani pertukaran informasi di lingkup kampus saja.

Pengemasan tidak kalah penting dibanding materi. Terbitan yang unik, menarik, dan layak koleksi menjadi pertimbangan utama. Sebab itu, perlu pembacaan segmen pasar yang kuat terbitan seperti apa yang disukai pembaca. Penentuan segmen itu juga harus jelas. Pembaca perlu disapa, bentuk seperti apa yang diingini.

Soal pengemasan, jangan terpaku hanya pada terbitan cetak, tapi juga memanfaatkan media online. Blog, situs pertemanan, ataupun membuat situs resmi lembaga. Perkembangan infrastruktur internet yang cepat perlu disambut dengan penguasaan teknologi yang aplikatif. Dengan begitu, semoga pers mahasiswa semakin bergairah.

Post a Comment for "Pers Mahasiswa"