Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Merdeka !!!


MERDEKA! Teriakan itu membahana seantero Indonesia Raya. Negeri yang sejak 1998 lalu bersepakat memberantas korupsi. Presiden yang kini menjabat kali kedua pun berkampanye pro pemberantasan korupsi jelang pemilihan presiden 2009 lalu.

Ironis. Gema komitmen pemberantasan korupsi itu belum lagi hilang. Elit dan pakar masih larut dalam diskusi memperberat hukuman bagi koruptor. Masyarakat sipil termasuk ormas keagamaan menggembor-gemborkan sanksi sosial bagi koruptor.

Di hari peringatan kemerdekaan, ternyata kado indah justru dialamatkan pada para narapidana korupsi. Orang yang terbukti bersalah menyalahgunakan jabatan untuk memperkaya diri dan atau orang lain, justru diprioritaskan untuk mendapat grasi dan remisi.

Saya bisa memahami pemberian grasi untuk narapidana korupsi APBD Kabupaten Kutai Kartanegara Syaukani Hasan Rais, karena dokter menyimpulkan cacat permanen alias lumpuh. Tapi, masih susah diterima nalar, apa yang membuat layak diberikan remisi berupa pembebasan bersyarat bagi narapidana korupsi Yayasan BI Aulia Pohan cs?

Sepintas mendengar, tentu kita berpikir apakah karena Aulia Pohan merupakan besan presiden. Belum genap satu semester Mahkamah Agung mengurangi hukuman yang pada pengadilan sebelumnya dihukum 6 tahun menjadi 3 tahun. Kini, diberikan remisi itu.

Kita jadi berpikir, benarkah pemerintah sekarang betul-betul berkomitmen menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan baik. Retorika dan citra yang dibangun dalam banyak kesempatan bak sihir, membuat rakyat yakin komitmen itu. Akan tetapi, kenyataan seperti ini tentu mencederai kepercayaan itu.

Ungkapan populer "Kekuasaan absolut cenderung korup," seperti terejawantah dalam kasus ini. Baru dua periode memerintah kecenderungan itu ditampakkan. Dan, penguasa terkesan berambisi melanggengkan kekuasaan itu.

Dalam periode kedua pemerintahan SBY ini, banyak sorotan miring mengarah. Dari kasus dugaan kriminalisasi KPK yang kemudian populer dalam drama Cicak vs Buaya, Skandal Century, hingga kenarsisan keluarga presiden di acara kenegaraan. Yang terbaru, "juru bicara" partai presiden mengusulkan amandemen pasal pembatasan periode jabatan presiden.

Semua pertanyaan itu belum terjawab tuntas sampai saat ini. Kemalangan bangsa Indonesia bahkan setelah 65 tahun merdeka tampaknya belum juga berakhir. Bahkan, kecenderungannya tatanan semakin memburuk. Elit mementingkan kepentingan sendiri sementara di dalam tubuh masyarakat marak kekerasan.

Ah, tiba-tiba muncul cemas dalah riuh perayaan kemerdekaan tahun ini. Memang Indonesia telah merdeka dalam arti lepas dari pemerintahan bangsa asing dalam bentuk pemerintahan kolonial hindia belanda. Dan, "pribumi" sudah bisa mengatur sendiri rumah tangga bangsanya.

Namun, kondisi yang dialami rakyat kecil dari diskriminasi, sasaran kambing hitam, hingga penghisapan dalam bentuk pungutan ataupun sumber daya alamnya masih ada. Kini, biaya mobilitas vertikal masih saja tak terjangkau mayoritas rakyat. Sebagaimana struktur masyarakat kolonial, akses mendapatkan penghidupan layak pun kanalnya terbatas.

Dan, jatah untuk rakyat di bulan perayaan ini hanyalah teriakan : Merdeka! Merdeka! Merdeka!

Post a Comment for "Merdeka !!!"