Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

"Pemimpin Tidak Harus Menangis"

Bak antrean, satu demi satu tabung gas elpiji meledak berurutan membawa korban harta dan jiwa. Tercatat sekitar 30 ledakan di sejumlah tempat dalam sebulan. Kebijakan konversi minyak tanah ke gas elpiji disoal.

Jusuf Kalla ketika menjabat sebagai wakil presiden memotori program tersebut. Tak ayal, kini pertanyaan tertuju padanya.

"Kebijakan sendiri tidak ada soal," kata Kalla dalam sebuah diskusi di Jakarta.

Dia menjelaskan, kebijakan konversi ke gas elpiji didahului serangkaian kajian serta membandingkan energi alternatif untuk menggantikan minyak tanah. Kajian itu melibatkan kementrian terkait maupun universitas.

Menurut dia, antrian panjang untuk mendapatkan minyak tanah karena langka menjadi alasan konversi. Kelangkaan itu juga dipicu kebijakan pemerintah mengurangi subsidi dan menaikkan harga minyak.

Kalla mengungkapkan pada 2005, beban subsidi ditambah bayar utang serta bunganya sekitar Rp400 triliun. Padahal, APBN cuma Rp700 trilun. Sisanya, tersedot Untuk bayar gaji dan operasional.

"negara menghemat Rp40 triliun pertahun dibandingkan subsidi minyak tanah," ujar Kalla.

Dia mengakui, gas elpiji memang beresiko. Namun demikian, hal itu dinilainya wajar, semua energi memiliki resiko.

Arus pendek listrik berakibat kebakaran. Minyak tanah pun ketika dipakai untuk kompor ada resikonya. Kalla mengungkapkan 60 persen kebakaran di Jakarta dalam setahun akibat arus pendek listrik. Sebelum konversi, ledakan kompor minyak tanah meledak menyumbang 20 persen.

"Gas elpiji yang meledak itu satu banding satu juta, jadi lima nolnya, 0,00001 persen," katanya.

Kalla mengaku tidak menutup mata pada fakta ledakan beruntun belakangan. Dia mengaku turut bertanggung jawab secara moral. "Karena gas itu produk pemerintah waktu saya ada disana," ujarnya.

Kalla mencoba menawarkan solusi. Baginya, masalah ledakan tabung gas sederhana. Sehingga, kata dia, penyelesainnya juga sederhana. Yakni, kontrol kualitas baik di pertamina, pabrik tabung, serta stasiun pengisian gas, serta sosialisai lengkap pada rakyat.

Kalla menjelaskan di seluruh Indonesia ada sekitar 70 juta tabung gas. 60 juta ukuran tiga kilo, dan sekitar 7 juta 12 kilogram. Tabung gas yang dipakai rumah tangga sekitar 45 juta. "Sisanya di toko-toko, pasar, serta stasiun pengisian," ujarnya.

Menurut dia, tidak perlu menarik seluruh tabung gas. Kontrol kualitas bisa dilakukan saat pengisian ulang di stasiun pengisian gas.

"Kan rata-rata yang tiga kilo untuk rakyat kecil itu sepuluh hari sudah habis disitulah dicek," ujarnya.

Misalnya, agar mudah dideteksi, gas diberi aroma. "Gas itu kan kurang bau ditambah bau disuntik saja tambah bau. Dua minggu selesai sebulan selesai itu," ujarnya.

Dia menambahkan, bagaimana menggunakan gas elpiji dengan benar perlu disosialisasikan lewat media daripada sosialisasi door to door. Dia berkalkulasi, seandainya pemerintah beriklan pada 10 televisi. Masing-masing 10 slot tiap hari, jadi total 100 slot. Dikali 30 hari menjadi 300 slot.

"Taruhlah harga sepuluh juta satu slot, itu cuma Rp30 miliar dibayar, sebulan selesai. Kemudian yang oplosan itu disesuaikan harga, itu seminggu selesai," katanya.

Diskusi yang diselenggarakan komunitas blogger itu meriah. Meski bahasan serius, ujaran spontan serta joke-joke khas Kalla membuat blogger antusias menanggapi. Kalla pun ditanya, kok sekarang pejabat terkesan saling lempar tanggung jawab, dan pertamina seolah sendirian. Apakah dulu tidak ada antisipasi resiko seperti ini?

"Siapapun ada hak ada kewajiban kan. Ingin hak siap punya kewajiban, ada tanggungjawab. Maka, pemimpin tidak harus menangis. Kalau mengatakan bukan saya, lantas siapa," katanya.

Menurut Kalla, tanggung jawab program konversi secara sektoral di Kementrian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Pelaksana teknis Pertamina.

"Dulu kita putuskan sektoralnya ESDM. Tapi, setiap saat saya kontrol, saya marah-marah. sekarang pertamina sendirian karena tidak ada yang marah," ujarnya.

Seorang blogger menimpali, "masalahnya sekarang nggak ada yang marah kayak Pak JK dulu?"

"Ah sudahlah jangan dibawa kesitu, Tapi ... dulu anda pilih siapa,"

Lontaran tiba-tiba itu membuat penanya terperangah. Begitu juga blogger lain. Sebentar kemudian Kalla tertawa khasnya. Tawa forum pun pecah. #JKLoveCabe di Wisma Penta, Kebon Sirih, Jakarta, itupun diakhiri.

2 comments for ""Pemimpin Tidak Harus Menangis""

  1. abang ternyata calon penulis analisis Indonesia

    ReplyDelete
  2. ah abang bisa saja, saia pengin meniru membuat ceritera, tulisan yang lepas berbeda dengan rutinitas. Berhubung belum bisa, ya... posting tulisan yang tidak layak pipanyus hehehe

    ReplyDelete